Kamis, 28 Oktober 2010

JENIS LAYANAN GUNADARMA UNIVERSITY

Saya sebagai salah satu mahasiswa Universitas Gunadarma sekurang-kurangnya ingin menjelaskan jenis layanan Web Online yang ada di Universitas Gunadarma. Berikut Jenis Layanannya, seperti : BAAK Online. Sebenarnya masih banyak lagi jenis layanannya, dan berhubung saya hanya mengetahui sebagian dari jenis layanan itu, saya hanya menjelaskan sebagian dari jenis layanan tersebut.

BAAK Online adalah Biro yang menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar dan administrasi akademik bagi seluruh mahasiswa Universitas Guanadarma. Banyak manfaat yang bisa didapat bila anda mebuka jenis layanan ini, khususnya bagi mahasiswa Universitas Gunadarma. Di BAAK Online ini kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang mungkin sangat penting bagi kita, seperti : Kalender Akademik dan Jadwal Akademik. Secara singkat saya ingin menjelaskan kelebihan dan kekurangan di BAAK Online , sebagai berikut:
Kelebihan dari BAAK Online
BAAK Online ini kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang mungkin tidak bisa kita dapatkan dari kertas pengumuman seperti di kampus-kampus lain. Namun, kita bisa mendapatkannya kapan saja, dimana saja dengan cara online.
Kekuarangan dari BAAK Online
Di BAAK online ini kita tidak selamanya bisa mendapatkan informasi-informasi yang kiranya dapat membantu kita. Karena mungkin menurut yang saya ketahui di BAAK Online ini ada saat-saatnya Maintenance. Maintenance adalah saat-saat dimana perbaikan fitur-fitur(Update) agar tampilan bisa kelihatan lebih menarik. Tidak hanya itu di BAAK Online ini kita hanya bisa mendapatkan informasi yang sekiranya hanya pengumuman yang bersangkutan di Universitas Guandarma.

Sebelum saya mengakhiri dari penjelasan saya ini, saya ingin memberitahukan jenis layanan lain yang ada di Universitas Gunadarma yang saya tidak bisa menjelaskan satu-persatu, seperti : Studentsite, UG Open Courseware, virtual class, UG Wartawarga, UG Community, dll. Berikut penjelasan yang saya kasih, kurang atau lebihnya saya mohon maaf. “Terima Kasih”

Berikut alamat web BAAK Online : http://www.baak.gunadarma.ac.id/

Rabu, 20 Oktober 2010

Kemacetan di Ibukota Jakarta



 Salah satu masalah yang dibahas adalah tetang kemacetan ibukota Jakarta. Awalnya saya yang melempar percakapan ini. Harap maklum, saya adalah warga Betawi yang sehari-hari berhadapan dengan masalah yang tidak pernah selesai-selesai, mulai dari Gubernur Ali Sadikin sampai Gubernur Fawzi Bowo yang katanya ahlinya ini. Jakarta tetap macet dan banyak yang memprediksi, kalau tidak ada solusi, 2012 ini lalu lintas di Jakarta akan tidak akan bergerak sama sekali. Bahasa kerennya grid lock.

“Sekarang ini solusinya kebanyakan memaksa. Mana ada orang yang mau dipaksa?” ucap kakak ipar saya tertua berkomentar. “Kita dipaksa untuk membawa penumpang tiga orang kalau masuk jalur 3 in 1. Kita dipaksa naik busway dan tidak boleh menggunakan jalur busway ketika naik kendaraan pribadi. Padahal kita bayar pajak, dimana pajak untuk membiayai jalan raya. Masa kita sudah bayar, hak kita dirampas?”

Pernyataan kakak ipar saya sempat berpikir. Ada benarnya juga sih kalau konteksnya kita sebagai pembayar pajak. Harusnya sebagai pembayar pajak –apalagi sekarang ini kita wajib membayar pajak dari berbagai sektor-, kita punya hak. Tapi soal “pemaksaan”? Saya jadi bertanya dalam hati, bukankah dengan adanya Undang-Undang (UU) adalah sebuah bentuk law enforcement? Bahwa tidak semua orang suka atau setuju dengan UU, tetapi mau tidak mau (bahasa lain dipaksa), sebagai warga negara kita wajib mematuhinya. Saya tidak tahu pendapat Anda...

Feeling saya solusi menangulangi kemacetan ini adalah melalui kereta api,” ucap saya sok tahu.






Mau rakyat biasa atau aparat kemamanan sama-sama tidak disiplin. So, tak ada yang bisa dijadikan contoh. Mau mobil atau motor sama-sama masuk jalur busway.

Boleh jadi saya sok tahu, tetapi entah kenapa saya punya feeling hal itu. Feeling itu berdasarkan, pertama, Jakarta tanpa kita sadari telah dikelilingi oleh stasiun. Ada stasiun Kota, Cikini, dan Gambir (Jakarta Pusat), Jatinegara (Jakarta Timur), Manggarai, Tebet, dan Cawang (Jakarta Selatan), Palmerah (Jakarta Barat), dan di Jakarta Utara nantinya akan dioperasikan stasiun Tanjung Priuk. Jumlah stasiun itu belum termasuk stasiun lain seperti Duku Atas (Jakarta Selatan) yang bagus itu, Kramat (Jakarta Pusat), dan stasiun-stasiun lain.

Itu artinya apa? Artinya, ada penghubung dari satu lokasi ke lokasi lain, dari satu wilayah ke wilayah lain via darat. Lho busway kan juga lewat darat? Betul! Namun, ada beberapa kelemahan busway –meski busway juga solusi yang baik untuk mengatasi kemacetan, lho.

Kelemahan pertama busway, ia memang menggunakan lajur khusus, tetapi di suatu titik, busway tidak menggunakan lajur khusus alias tetap ikut jalan, dimana mungkin terjadi kemacetan. Jika jalan itu macet, busway ikut-ikutan macet. Soal lajur khusus ini pun terkadang masih macet, karena banyak kendaran pribadi yang masih melanggar.



Sakadar memberikan data, ketika lajur khusus busway disterilkan, memang terjadi lonjakan penumpang yang cukup signifikan. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Priston (Kompas, 5/8), sebelum sterilisasi jumlah penumpang bus Trans Jakarta Koridor I berjumlah 69.578 orang; Koridor III berjumlah 28.975 orang; Koridor V berjumlah 25.134 orang; dan Koridor VI berjumlah 24.410 orang. Nah, begitu disterilisasi, jumlah penumpang Koridor I naik 10.86% menjadi 77.136 orang; Koridor III naik menjadi 33.134 orang (14.35%); Koridor V naik menjadi 30.041 orang (19.52%); dan Koridor VI naik 27.402 orang (12.26%).

Lho apa hubungannya sterilisasi dengan lonjakan penumpang Trans Jakarta?

Ada, dong! Selama ini calon penumpang busway malas naik bus Trans Jakarta, ketika melihat kendaraan pribadi –baik mobil maupun motor- masih dibiarkan masuk ke jalur busway. Mereka (calon penumpan busway-pen) bilang, “Apa bedanya naik busway sama nggak naik busway kalo begitu? Macet-macet juga!”

Memang dengan adanya sterilisasi ada lonjakan, tetapi hal tersebut belum bisa mengatasi kemacetan. Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, di satu titik, busway akan ikut di jalan yang juga macet. Lagi pula selama ini Dinas Perhubungan maupun DLLAJR juga tidak konsisten membuat kebijakan. Mau fakta? Sebelum ada sterilisasi, Anda pasti tahu ada pagar yang menutup jalur busway. Hanya bus Trans Jakarta yang bisa masuk. Tapi belakangan, pagar itu cuma buang-buang duit. Tidak difungsikan. Inkonsistensi lain, terkadang polisi malah mengizinkan kendaran pribadi masuk ke jalur busway. Gimana aturan mau diberlakukan dengan baik?









Kereta api, salah satu solusi kemacetan Jakarta.

Itu tadi kelemahan pertama. Kelemahan kedua, busway hanya bisa mengangkut penumpang terbatas. Memang saat ini sudah melintas bus Trans Jakarta gandeng yang dioperasikan di Koridor Blok M-Kota maupun Koridor Kampung Melayu-Senen-Ancol. Tetapi sekali lagi, itu terbatas. Lagi pula kalau Anda pernah naik bus Trans Jakarta gandeng, turunnya harus melalui tengah. Jadi ketika posisi Anda sudah “menyempil” di bangku belakang dan saat itu dalam keadaan sesak, Anda tidak bisa keluar lewat pintu terdekat, tetapi harus berjalan dulu menerobos jubelan penumpang agar bisa keluar via pintu tengah. Menurut saya itu tidak efektif.

Berdasarkan kelemahan itu, saya dengan sok tahunya menggulirkan wacana agar meremajakan kereta api sebagai bagian dari solusi. Ada beberapa keunggulan jika kereta api bisa menjadi moda transportasi mengatasi kemacetan. Dan entah kenapa, wacana saya yang sok tahu di hari Idul Fitri itu, ternyata sejalan dengan visi Menteri Perhubungan Bambang Susantono.

Memang bisa kereta api mengatasi kemacetan? Kenapa bukannya mengendalikan jumlah kendaran pribadi?

(bersambung)

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Densus 88 Disawer Amerika Jutaan Dolar

RMOL.Sebelum anggarannya ditambah, Densus 88 dituntut mengumumkan terlebih dulu pengelolaan dana hibah yang diterimanya dari Amerika Serikat dan Australia.
Wacana penambahan ang­ga­ran buat Detasemen Khu­sus (Densus) 88 Antiteror, di te­ngah kontroversi kinerja kesatuan elite Polri ini menyentakkan beberapa kalangan, di antaranya, Ketua Bi­dang Advokasi Front Pembela Is­lam (FPI), Munarman.
Sembari memamerkan data aliran dana bantuan asing yang ma­suk ke brankas Densus 88, Mu­narman justru menuntut agar keuangan Densus diaudit dulu. Karena diduga banyak dana asing yang tidak diketahui asal-usulnya masuk ke brankas Densus.
Menurut Munarman, sebagian besar dana pembentukan dan operasional Densus justru tidak dibiayai APBN.
“Saya punya data daftar ban­tuan yang diberikan Amerika tahun 2007 untuk program anti tero­risme di Indonesia senilai 7,7 juta dolar AS. Data ini di­ke­luarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat,” kata Mu­nar­man seraya menunjukkan do­ku­men berisi detail aliran dana ban­tuan asing yang masuk ke brankas Densus.
Munarman memaparkan, di awal pembentukan Densus 88 pada 2002, negeri Abang Sam juga menyumbang 50 juta dolar AS. Data itu dikutipnya dari pengumuman yang di-launch Menlu AS saat itu, Collin Powell.
Disebutkannya, saat Collin bertandang ke Jakarta dia me­ngumumkan bantuan dana yang digelontorkan AS dipe­run­tukkan melawan terorisme.
Dana 50 juta dolar AS tersebut, dijelaskan Munarman, secara umum untuk program kampanye teriorisme yang menyebar di beberapa departemen termasuk kepolisian.
“Nah, Polri itu dapat jatah 16 juta dolar AS. Dari duit itu, 12 juta dolar dialokasikan khusus untuk membentuk Densus 88 Antiteror. Data ini valid lho karena sudah diverifikasi,” tambah Munarman.
Selain Amrik, kata Munarman, Australia juga turut menyumbang ke Densus 88. Dan kepolisian, kata Munarman, mengakui adanya aliran dana asing ini. “Bekas Kapolri Dai Bachtiar yang ketika itu mengamini adanya bantuan tersebut. Densus itu terbentuk pasca bom Bali tahun 2001.”
Untuk itu, Munarman berha­rap, BPK mengaudit keuangan Densus 88 dan DPR pun ikut mengevaluasi kinerja pasukan khusus yang belakangan kerap dituding melanggar HAM saat melancarkan operasi.
Sementara itu, peneliti Indo­nesia Budget Center, Roy Salam, menuntut Kepala Densus 88, Brigjen Ito Karnavian untuk menyampaikan rincian pengelo­la­an dana yang ada di brankas Den­sus baik yang berasal dari APBN maupun bantuan dari luar negeri.
“Jadi tidak ada alasan untuk tidak melaporkan bantuan asing yang masuk ke kas kepolisian. Selama ini citra kepolisian sudah jelek, kalau masih tidak tran­sparan kapan akan tercipta refor­masi di tubuh Polri?” katanya.
Sementara itu Brigjen Ito Karnavian yang dihubungi melalui ponselnya, dan dikun­jungi ke ruangannya, tak mem­berikan komentar. Pesan pendek yang dikirim pun, tak dibalasnya.
Duit Densus Itu Rahasia Intelijen
Aliran dana asing mampir ke brankas Densus 88 Antiteror ini juga didengar Staf Ahli Kapolri, Chairul Huda.
Tapi soal apa bentuk bantuan tersebut dan berapa jumlahnya, dosen Universitas Muhamma­diyah Jakarta ini tidak tahu pasti.
“Karena bantuan itu kan biasa dalam hubungan bilateral antar­negara, selain itu Polri juga menjadi bagian dari interpol, jadi nggak bisa dinilai dengan uang untuk menyelesaikan sebuah kasus teroris,” kata Chairul saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Chairul menambahkan, rincian anggaran dan teknis operasional Densus 88 tak mungkin dibuka di depan publik.
Kalaupun dibeberkan di hadapan wakil rakyat saat hearing harus dilakukan secara tertutup. “Karena ini rahasia intelijen,” imbuhnya.
Chairul memastikan, meski Densus menerima bantuan dari luar, Densus tak akan bisa didikte asing. Bantuan itu, kata Chairul, hanyalah logistik pendukung operasional.
Lebih lanjut, Chairul mengata­kan, dalam proses pengelolaan ke­uangan, Densus 88 tak bisa disamakan dengan pengelolaan keuangan baku lainnya.
Karena personel Densus sangat mobile. Selain itu model ope­rasinya juga berbeda dengan in­stitusi lainnya. Mereka (Densus) agak sporadis.
“Misalnya mereka perlu mem­beli gerobak bakso atau me­nyewa rumah untuk penya­maran. Nah, kalau seperti sistem pengang­­garannya secara umum, dengan melewati urusan biro­krasi, administrasi, nanti keburu kabur terorisnya,” tambah­nya.
“Bantuannya Tidak Berupa Dana Tunai”
Brigjen Iskandar Hasan, Kadivhumas Mabes Polri
Mabes Polri mengakui ada­nya dukungan dana asing dalam operasional Densus 88. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brig­jen Iskandar Hasan menga­takan, dana operasional Polri temasuk Den­sus 88 berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa) APBN.
“Tapi bantuan itu tidak berupa dana tunai untuk operasional Densus. Bantuan itu dalam bentuk paket proyek, baik itu pe­latihan maupun pem­ba­ngu­nan seperti di Semarang, JCLEC (Jakarta Centre for Law Enfor­cement Cooperation) mem­bangun komplek itu. Dana itu tidak berupa dukungan dana operasional dana tunai,” paparnya.
Negara yang memberi ban­tuan terhadap Densus 88 Polri, lanjut Iskandar, tidak hanya Australia dan Amrik, Belanda juga ikut membantu Densus 88.
Kinerja Densus 88 Juga Harus Diaudit
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ifdhal Kasim, punya tuntutan sendiri terkait Densus 88 Antiteror. Dia ber­ha­rap, pemerintah juga mengaudit ha­sil operasi yang dilakukan Den­sus, karena diduga banyak melanggar KUHAP dan HAM.
“Pelanggaran yang dilakukan antara lain tersangka tidak diberi hak menjawab sangkaan terhadap me­reka dan tidak dapat mem­per­gunakan hak didampingi penga­cara,” beber Ifdhal.
Ifdhal memaparkan, operasi Densus yang dilakukan di se­panjang tahun 2010 saja, banyak diwarnai pelanggaran.
Dari mulai operasi penyer­ga­pan di Aceh, Bekasi hingga Ja­karta, banyak tindakan Densus yang melampaui kewenangan.
“Yang dilakukan oleh Densus 88, mengeksekusi secara lang­sung tersangka teroris tanpa di­dahului tem­bakan peringatan, je­las itu me­rupakan pelanggaran atas pene­gakan hukum,” tegasnya.
Ifdhal berharap, Densus tidak menyamakan metode operasinya dengan polisi di Amrik yang menerapkan hukum perang, bukan hukum pidana.
Untuk itu, Komnas HAM tengah menginvestigasi beberapa operasi penggerebekan teroris yang digelar Densus 88. “Kita akan mengkla­ri­fi­kasi dan mengolah data dari ke­luarga korban, tetangga dan saksi-saksi terkait, apakah benar kasus pe­nem­ba­kan di Medan itu ada indikasi pe­lang­garan HAM,” tandasnya.

KOMISI IV DPR MEMINTA AGAR PEMERINTAH SEGERA MENANGANI MASALAH SAPI POTONG DAN SAPI PERAH

Komisi IV DPR merasa prihatin dengan terjadinya sapi betina produktif yang sedang hamil dan siap untuk dipotong. Demikian yang dikatakan Anggota Komisi IV DPR-RI Dr.Ir. Siswono Yudo Husodo. Keterangan ini disampaikan pada saat rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen dan Sekjen Kementerian Peternakan, dipimpin Wakil ketua komisi IV Herman Khaeron di gedung DPR Senayan Jakarta, Rabu, (18/10) siang.
Siswono Yudo Husodo menambahkan, bahwa Tim Komisi IV DPR yang melakukan peninjauan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kota Kupang, hasil yang didapat adalah masih banyak sapi betina produktif dan kondisinya sedang hamil dan sehat yang siap untuk dipotong, hal ini menunjukan masih lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah khususnya Kepala Dinas Peternakan setempat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengembangan sapi di NTT.
Anggota Komisi IV DPR Siswono juga menyesalkan bahwa masih banyak pintu masuk dan keluar ke pelabuhan serta kurangnya petugas Balai Karantina yang menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap komoditas yang masuk ke NTT, hal ini dipandang perlu pembatasan bagi pelabuhan-pelabuhan sebagai pintu keluar dan masuk komoditas.
Dia juga mengemukakan bahwa, fasilitas sarana dan prasarana karantina yang terbatas seperti kandang karantina yang terbatas, perlengkapan laboratorium yang kurang memadai, serta masih lemahnya pengawasan dan Komisi IV DPR meminta  pembangunan fasilitas yang ada  tidak melibatkan pihak swasta.
Sekjen Departemen pertanian Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim membenarkan berdasarkan data dan pelaporan dari provinsi di seluruh Indonesia, telah terjadi pemotongan sapi betina produktif dan sedang hamil yan cukup signifikan sebesar 200.000 ekor sapi pertahun. Pemotongan sapi produktif merupakan ancaman dan hambatan serius dalam hal penyediaan bibit sapo lokal dalam upaya peningkatan populasi.
Sekjen Pertanian juga menjelaskan bahwa dalam rangka pencapaian swasembada daging sapi, Kementerian pertanian telah menetapkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau 2014. Dalam implementasinya program tersebut akan dilaksanakan melalui 13 kegiatan operasional, dimana salah satu kegiatan operasional yang paling penting adalah penyelamatan sapi betina produktif.
 Agar dilaksanakan efisien dan efektif, penyelamatan sapi betina produktif akan diprioritaskan pada tiga sasaran antara lain, kelompok ternak, pasar hewan dan RPH, dengan pelaksana kegiatan kelompok penyelamat. Kriteria kelompok penyelamat, alokasi dan ternak yang diselamatkan telah ditetapkan dalam pedoman teknis penyelamatan sapi betina produktif.
Hasanuddin juga mengatakan bahwa terkait banyaknya pintu masuk komoditas, sarana dan prasarana, keterbatasan SDM dan usulan revisi UU No.16 tahun 1992 dapat dijelaskan, bahwa pembatasan pintu pemasukan dan pengeluaran komoditas pertanian. Pengawas terhadap pintu-pintu pemasukan/pengeluaran telah dilakukan secara optimal dengan SDM yang ada. Selain itu alokasi penambahan SDM terus dilakukan setiap tahunnya untuk memenuhi kekurangan UPT.
Sekjen Kementerian pertanian Hasanuddin juga menegaskan bahwa Kementerian Pertanian sudah ada rencana mengalokasikan anggaran TA 2010 untuk pengadaan peralatan laboratorium maupan pembangunan/pengembangan instalasi karantina termasuk untuk pemenuhan terhadap kekurangan yang ada di BKP kelas 1 Kupang.
Dia juga menambahkan bahwa peningkatan kompetensi SDM merupakan salah satu program peningkatan/pengembangan SDM karantina pertanian telah berjalan secara rutin mulai dari pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan yang bersifat keterampilan, keteknisan maupun administratif. Selain itu dilakukan pendidikan-pendidikan yang bersifat penyegaran bagi funsional-fungsional yang telah senior dengan tujuan untuk merefresh dan meng-update kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah lama maupun baru. (Spy).

MENILIK NASIONALISME PSSI



Sudah beberapa hari ini media-media olahraga santer membahas rencana pengusaha Arifin Panigoro dan kelompoknya untuk menggelar suatu bentuk liga baru yang dikenal dengan nama LPI (Liga Primer Indonesia). Dimana LPI ini pada nantinya akan dikemas dalam format layaknya liga primer inggris. Idenya sebenarnya sangat sederhana, profesionalisme club dan meminimalisir ketergantungan klub sepakbola di indonesia kepada dana APBD. Fakta menyebutkan bahwa sebagian besar dana yang digunakan untuk biaya klub perserta liga sepakbola di indonesia masih bergantung pada APBD, imbasnya maka klub sendiri kurang profesional dalam pengelolaan dana maupun pengelolaan manajemen pertandingan. Namun terlepas dari masalah dana dan APBD kemudian terjadi suatu reaksi yang tidak wajar dari PSSI sebagai badan liga tertinggi di Indonesia. PSSI sebagai wadah yang bertugas untuk mengelola liga dengan tegas menolak wacana mengenai LPI ini, melalui ketua umumnya “Menurut Nurdin PSSI tetap mengacu pada pada aturan FIFA dalam menentukan sikap. Yaitu setiap bentuk kompetisi atau turnamen yang ada harus terdaftar dengan aturan federasi setempat. Maka jelas LPI yang merupakan pesaing ISL-nya PSSI tak akan diakui oleh FIFA.”(dikutip dari detik.com). Alasan tersebut dinilai beberapa pihak mengada-ada bahkan ada banyak pendapat miring dari beberapa pihak bahwa PSSI takut akan kehilangan keuntungan dari sponsor jika LPI benar-benar jadi digelar.
Wajar jika banyak masyarakat maupun pecinta bola di tanah air berpendapat demikian, mungkin karena sebagian besar pecinta bola di indonesia sudah lama tidak merasakan bagaimana atmosfir suatu kemenangan / juara. Boleh dibilang PSSI mandul, minim prestasi, banyak permasalahan di tubuh PSSI berbanding terbalik dengan besaran dana yang dikeluarkan oleh APBD maupun APBN untuk membiayai kompetisi liga.
Pengamat sepakbola  Tondo Widodo sangat jelas mengatakan bahwa. “Liga apa pun yang ada di dunia tidak ada klub yang berdarah-darah ikut satu liga karena mereka mendapatkan keuntungan dari sponsorship, hak siar dan bonafit dari liga yang berputar, sehingga kehadiran LPI seharusnya disambut baik oleh klub klub Indonesia”.