RMOL.Sebelum anggarannya ditambah, Densus 88 dituntut mengumumkan terlebih dulu pengelolaan dana hibah yang diterimanya dari Amerika Serikat dan Australia.
Wacana penambahan anggaran buat Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, di tengah kontroversi kinerja kesatuan elite Polri ini menyentakkan beberapa kalangan, di antaranya, Ketua Bidang Advokasi Front Pembela Islam (FPI), Munarman.
Sembari memamerkan data aliran dana bantuan asing yang masuk ke brankas Densus 88, Munarman justru menuntut agar keuangan Densus diaudit dulu. Karena diduga banyak dana asing yang tidak diketahui asal-usulnya masuk ke brankas Densus.
Menurut Munarman, sebagian besar dana pembentukan dan operasional Densus justru tidak dibiayai APBN.
“Saya punya data daftar bantuan yang diberikan Amerika tahun 2007 untuk program anti terorisme di Indonesia senilai 7,7 juta dolar AS. Data ini dikeluarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat,” kata Munarman seraya menunjukkan dokumen berisi detail aliran dana bantuan asing yang masuk ke brankas Densus.
Munarman memaparkan, di awal pembentukan Densus 88 pada 2002, negeri Abang Sam juga menyumbang 50 juta dolar AS. Data itu dikutipnya dari pengumuman yang di-launch Menlu AS saat itu, Collin Powell.
Disebutkannya, saat Collin bertandang ke Jakarta dia mengumumkan bantuan dana yang digelontorkan AS diperuntukkan melawan terorisme.
Dana 50 juta dolar AS tersebut, dijelaskan Munarman, secara umum untuk program kampanye teriorisme yang menyebar di beberapa departemen termasuk kepolisian.
“Nah, Polri itu dapat jatah 16 juta dolar AS. Dari duit itu, 12 juta dolar dialokasikan khusus untuk membentuk Densus 88 Antiteror. Data ini valid lho karena sudah diverifikasi,” tambah Munarman.
Selain Amrik, kata Munarman, Australia juga turut menyumbang ke Densus 88. Dan kepolisian, kata Munarman, mengakui adanya aliran dana asing ini. “Bekas Kapolri Dai Bachtiar yang ketika itu mengamini adanya bantuan tersebut. Densus itu terbentuk pasca bom Bali tahun 2001.”
Untuk itu, Munarman berharap, BPK mengaudit keuangan Densus 88 dan DPR pun ikut mengevaluasi kinerja pasukan khusus yang belakangan kerap dituding melanggar HAM saat melancarkan operasi.
Sementara itu, peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, menuntut Kepala Densus 88, Brigjen Ito Karnavian untuk menyampaikan rincian pengelolaan dana yang ada di brankas Densus baik yang berasal dari APBN maupun bantuan dari luar negeri.
“Jadi tidak ada alasan untuk tidak melaporkan bantuan asing yang masuk ke kas kepolisian. Selama ini citra kepolisian sudah jelek, kalau masih tidak transparan kapan akan tercipta reformasi di tubuh Polri?” katanya.
Sementara itu Brigjen Ito Karnavian yang dihubungi melalui ponselnya, dan dikunjungi ke ruangannya, tak memberikan komentar. Pesan pendek yang dikirim pun, tak dibalasnya.
Duit Densus Itu Rahasia Intelijen
Aliran dana asing mampir ke brankas Densus 88 Antiteror ini juga didengar Staf Ahli Kapolri, Chairul Huda.
Tapi soal apa bentuk bantuan tersebut dan berapa jumlahnya, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini tidak tahu pasti.
“Karena bantuan itu kan biasa dalam hubungan bilateral antarnegara, selain itu Polri juga menjadi bagian dari interpol, jadi nggak bisa dinilai dengan uang untuk menyelesaikan sebuah kasus teroris,” kata Chairul saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Chairul menambahkan, rincian anggaran dan teknis operasional Densus 88 tak mungkin dibuka di depan publik.
Kalaupun dibeberkan di hadapan wakil rakyat saat hearing harus dilakukan secara tertutup. “Karena ini rahasia intelijen,” imbuhnya.
Chairul memastikan, meski Densus menerima bantuan dari luar, Densus tak akan bisa didikte asing. Bantuan itu, kata Chairul, hanyalah logistik pendukung operasional.
Lebih lanjut, Chairul mengatakan, dalam proses pengelolaan keuangan, Densus 88 tak bisa disamakan dengan pengelolaan keuangan baku lainnya.
Karena personel Densus sangat mobile. Selain itu model operasinya juga berbeda dengan institusi lainnya. Mereka (Densus) agak sporadis.
“Misalnya mereka perlu membeli gerobak bakso atau menyewa rumah untuk penyamaran. Nah, kalau seperti sistem penganggarannya secara umum, dengan melewati urusan birokrasi, administrasi, nanti keburu kabur terorisnya,” tambahnya.
“Bantuannya Tidak Berupa Dana Tunai”
Brigjen Iskandar Hasan, Kadivhumas Mabes Polri
Mabes Polri mengakui adanya dukungan dana asing dalam operasional Densus 88. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Iskandar Hasan mengatakan, dana operasional Polri temasuk Densus 88 berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa) APBN.
“Tapi bantuan itu tidak berupa dana tunai untuk operasional Densus. Bantuan itu dalam bentuk paket proyek, baik itu pelatihan maupun pembangunan seperti di Semarang, JCLEC (Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation) membangun komplek itu. Dana itu tidak berupa dukungan dana operasional dana tunai,” paparnya.
Negara yang memberi bantuan terhadap Densus 88 Polri, lanjut Iskandar, tidak hanya Australia dan Amrik, Belanda juga ikut membantu Densus 88.
Kinerja Densus 88 Juga Harus Diaudit
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ifdhal Kasim, punya tuntutan sendiri terkait Densus 88 Antiteror. Dia berharap, pemerintah juga mengaudit hasil operasi yang dilakukan Densus, karena diduga banyak melanggar KUHAP dan HAM.
“Pelanggaran yang dilakukan antara lain tersangka tidak diberi hak menjawab sangkaan terhadap mereka dan tidak dapat mempergunakan hak didampingi pengacara,” beber Ifdhal.
Ifdhal memaparkan, operasi Densus yang dilakukan di sepanjang tahun 2010 saja, banyak diwarnai pelanggaran.
Dari mulai operasi penyergapan di Aceh, Bekasi hingga Jakarta, banyak tindakan Densus yang melampaui kewenangan.
“Yang dilakukan oleh Densus 88, mengeksekusi secara langsung tersangka teroris tanpa didahului tembakan peringatan, jelas itu merupakan pelanggaran atas penegakan hukum,” tegasnya.
Ifdhal berharap, Densus tidak menyamakan metode operasinya dengan polisi di Amrik yang menerapkan hukum perang, bukan hukum pidana.
Untuk itu, Komnas HAM tengah menginvestigasi beberapa operasi penggerebekan teroris yang digelar Densus 88. “Kita akan mengklarifikasi dan mengolah data dari keluarga korban, tetangga dan saksi-saksi terkait, apakah benar kasus penembakan di Medan itu ada indikasi pelanggaran HAM,” tandasnya.